Blogger Layouts

Friday, May 6, 2011

Hang Tuah Diutus ke Majapahit

MicrosoftInternetExplorer4

Hang Tuah Diutus ke Majapahit

Raja Malaka mengutus Hang Tuah (Laksamana) untuk mempersembahkan surat dan bingkisan ke hadapan raja Majapahit, mertua baginda.

Maka Laksamana menerima utusan tersebut dan memohon untuk melakukan perjalanan. Ia dianugerahi pakaian, sepuluh kati emas dan dua peti kain baju. Setelah itu, Laksamana berpamitan kepada Bendahara dan Temenggung, lalu berjalan keluar diikuti oleh Hang Jebat dan Kesturi yang serta membawa titipan surat dan bingkisan, Laksamana pun masuk ke perahu. Setelah naik ke perahu, surat dan bingkisan itu disambut oleh Laksamana, lalu ia naik ke atas “Mendam Berahi”. Laksamana pun berlayar.

Setelah sekian lama berlayar, sampailah laksamana ke Tuban. Rangga dan Barit seketika berjalan menuju Majapahit. Beberapa saat kemudian, sampailah mereka ke Majapahit. Patih Gajah Mada menyembah Batara Majapahit dan berkata, “Ya,

Tuanku, utusan daripada anakanda Ratu Malaka datang bersama-sama dengan Rangga dan Barit Ketika; Laksamana panglimanya.”

Setelah Sri Batara mendengar perkataan Patih Gajah Mada itu, maka Sri Batara berkata, “Jika demikian, segeralah Patih bersiap.”

Patih Gajah Mada kembali menyembah dan berkata, “Ya Tuanku, adapun hamba

dengar bahwa Laksamana itu sangat berani, ia tidak ada takutnya pada tanah Melayu itu. Jikalau sekiranya diperbolehkan, hamba hendak melawan keberaniannya itu.”

Sri Batara menjawab, “Apa yang berkenan kepada Patih, kerjakanlah!”

Patih lalu memberi salam tanda hormat kepada Sri Batara dan keluar untuk mengerahkan segala pegawai dan priyayi untuk menyambut surat itu. Setelah persiapan lengkap, pergilah Patih dengan segala sorak-sorakannya.

Sampailah Hatta ke Tuban. Laksamana, Hang Jebat dan Hang Kesturi segera bersiap dengan memakai pakaian yang indah-indah. Surat dan bingkisan itu akhirnya dinaikkan oleh Laksamana ke atas gajah. Sedangkan Laksamana, Hang Jebat dan

Hang Kesturi menaiki kuda. Rangga dan Barit Ketika yang bertugas mengiringi Laksamana juga menaiki kuda. Di hadapan Laksamana, orang berjalan memikul pedang berikat empat bilah berhulukan emas dan tumbak pengawinan bersampak emas empat puluh bilah dan lembing bersampakkan emas bertanam pudi yang merah empat

puluh rangkap. Segala bunyi-bunyian yang dihasilkan orang menghasilkan suara yang terlalu ramai. Surat dan bingkisan itu pun seperti diarak oleh banyak orang ke Majapahit.

Beberapa saat setelah Hatta berjalan, sampailah ia. Laksamana, Hang Jebat dan Hang Kesturi turun dari atas kuda, dan berjalan di atas gajah. Rangga pun ikut berjalan dan berkata, “Mengapa Laksamana turun dari atas kuda itu? Laksamana lebih baik naik kuda!”

Laksamana berkata, “Hai Rangga, adat segala hulubalang Melayu mengatakan, apabila nama tuannya dibawa sampai ke suatu negeri, maka hendaklah nama tersebut sangat dihormati dan ditakuti. Adapun, Jika mati karena mempertahankan surat yang berisi nama tuannya itu, tidak ada salahnya.”

Setelah Rangga mendengar perkataan Laksamana tersebut, ia terdiam, lalu turun dan berjalan bersama dengan Laksamana. Surat dan bingkisan itu diarak masuk ke dalam kota, terlalu ramai orang yang melihatnya mengakibatkan terlalu penuh sesak sepanjang jalan dan pasar. Patih Gajah Mada berkata kepada 200 prajurit, “Hai, kamu sekalian, pergilah untuk membuat keramaian dan masalah di hadapan utusan itu, tetapi janganlah engkau melakukan hal itu dengan bersungguh-sungguh, karena hal itu hanya untuk mencoba keberaniannya. Jika ia lari, kejarlah. Jika ia bertahan, silakan kamu lanjutkan. Namun, apabila sudah terlanjur, bunuhlah agar aksi kita tidak diketahui.”

Dua ratus prajurit itu pun berpamitan dengan menyembah, lalu mereka pergi ke

tengah pasar. Waktu itu di pasar sedang ramai dikarenakan banyak orang melihat

arakan surat. Prajurit pun berlari-lari sambil menghunus kerisnya, lalu membuat keramaian di tengah pasar, sesuatu yang terlintas dibunuhnya. Orang di pasar itu menjadi gempar, berlari-lari kesana-kemari, tidak ada yang saling mengetahui. Dua ratus prajurit datang ke hadapan Laksamana; dan anak bayi priayi yang ada di atas kuda itu terkejut melihat orang yang membuat keramaian sangat banyak. Tidak ada kendali lagi. Barang mana yang dilewatinya, habis karena pecah. Banyak pegawai yang beterjunan dari atas kudanya, lalu berlari masuk kampung orang. Maka semua orang yang membuat keramaian terkejut. Setelah berlari naik ke atas kedai, ada yang berlari ke belakang Laksamana. Setelah dilihat oleh Laksamana, orang itu gempar tidak ada yang saling tahu apa maksud perilakunya. Semua orang yang ada di hadapan Laksamana pun berlarian. Oleh karena itu, 200 prajurit itu menjadi terlihat. Melihat orang yang membuat keramaian terlalu banyak yakni seperti keributan datangnya, tidak ad keputusan. Laksamana menjadi tersenyum-senyum seraya memegang hulu keris panjangnya itu. Hang Jebar, dan Hang Kesturi juga ikut tersenyum-senyum, seraya

memegang hulu kerisnya, berjalan dari kiri dan kanan Laksamana. Seketika, Rangga dan Barit Ketika terkejut, disangkanya orang yang mengamuk itu bersungguh-sungguh. Rangga pun segera menghunuskan kerisnya, seraya berkata, “Hai Laksamana, ingat-ingat, karena orang yang mengamuk itu terlalu banyak.”

Laksamana berkata seraya memengkis, “Mengapa begitu, bukankah orangnya yang hendak digertak-gertak itu?” Laksamana, Hang Jebat, dan Hang Kesturi berjalan. Seorang Melayu pun tidak ada yang mundur dan tidak ada yang bergerak juga. Laksamana pun berkata, “Tuan-tuan sekalian, barang siapa dari kalian mundur dan bergerak, akan kupenggal leher kalian!” mendengar itu, prajurit tersebut berpencar.

Barit Ketika melihat bahwa banyak orang yang mengamuk datang seperti belalang. Barit Ketika pun segera mundur ke belakang gajah itu. Maka 200 prajurit itu akhirnya membagi diri menjadi tiga yaitu ke kanan, ke kiri, ke hadapan Laksamana

dan ke belakang Laksamana. Laksamana berjalan di hadapan gajah itu. Prajurit pun berbalik dari belakang Laksamana. Barit Ketika lari ke belakang Laksamana itu dan berdiri dihadapannya. Laksamana menjadi tersenyum-senyum.

Laksamana, Hang Jebat, dan Hang Kesturi berjalan dengan pengikutnya dan tidak mempedulikan orang yang membuat keramaian tersebut. Rangga, dan Barit Ketika menjadi heran melihat keberanian Laksamana dan segala pengikutnya itu. Setelah dilihat oleh dua ratus prajurit, Laksamana dan pengikutnya tidak bergerak dan tidak mempedulikan mereka. Prajurit itu pun membuat keramaian di belakang Laksamana. Seketika lagi datang pula prajurit yang mengamuk ke hadapan Laksamana dan sesuatu yang melewati atau dilewatinya langsung dibunuhnya dengan senjatanya, katanya, “Bunuhlah orang-orang Melayu itu,” sewaktu sedang mengusir ke sana dan kemari, ia tetap melanjutkan pembunuhan barang atau sesuatu yang terlibat. Dua ratus prajurit itu pun menjadi bersungguh-sungguh.

Laksamana berkata, “Aku tidak akan mempedulikan prajurit Majapahit yang sebanyak ini, meskipun kau tambahkan sebanyak ini lagi, aku tidak takut dan tidak aku pedulikan. Namun jika seorang Melayu saja terluka, maka negeri Majapahit ini akan habis aku binasakan, Patih Gajah Mada pun akan aku bunuh,” seketika bumi ditendangnya tiga kali. Bumi pun bergerak-gerak. Laksamana pun memengkis pula, katanya “Tahanlah bekas tanganku baik-baik.”

Prajurit itu tergesa-gesa berlari, tidak ada yang tahu kemana perginya. Surat dan bingkisan akhirnya sampai ke peseban. Surat itu disambut oleh Raden Aria, ia membacanya di hadapan Sri Batara. Laksamana, Hang Jebat, dan Hang Kesturi pun naik ke peseban. Segala bingkisan itu disambut orang-orang. Maka, Sri Batara berkata, “Hai Laksamana, kita hendak mengutusmu ke Malaka, untuk menyambut anak kita

Ratu Malaka, karena kita sangat rindu akannya. Kita berharap yang akan membawa anak kita yang kedua itu ke Majapahit ini hanyalah Laksamana.”

Laksamana menyembah, “Ya Tuanku, benarkah seperti yang dikatakan andika Batara itu?”

Batara pun memberikan baju ganti selengkap pakaian kepada Laksamana, Hang

Jebat, dan Hang Kesturi. Sri Batara juga berkata, “Hai Laksamana, duduklah hamper kampong patih gajah mada.”

Laksamana menyembah dan berkata, “Daulat tuanku, mana titah patik

junjung.”

Sri Batara berangkat. Patih Gajah Mada dan Laksamana berpamitan, lalu keluar untuk kembali ke rumahnya. Laksamana juga akan iberi tempat oleh Patih

Gajah Mada di kampungnya.

No comments:

Post a Comment