Blogger Layouts

Monday, February 14, 2011

reinforcement dan punishment

Menurut saya, reinforcement dan punishment sama-sama dapat dipergunakan untuk pembentukan perilaku seseorang. Keduanya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Akan tetapi apabila kita melihat pada masyarakat dimana kita tinggal sekarang ini, Indonesia. Menurut saya, reinforcement lah yang akan sangat efektif dalam pembentukan perilaku seseorang. Untuk lebih spesifiknya, saya memilih positive reinforcement.

Positive reinforcement memiliki pengertian seperti berikut, apabila suatu konsekuensi yang menyenangkan diberikan setelah suatu respons, maka konsekuensi tersebut akan membuat suatu respons menjadi lebih sering muncul. Kita dapat melihat contohnya pada korupsi yang banyak terjadi di Indonesia. Pada kasus korupsi, para pihak yang terlibat akan mendapatkan suatu imbalan (konsekuensi menyenangkan) setelah melakukan suatu respon tertentu. Penjelasannya dapat dilihat seperti ini,

Rounded Rectangle: Mendapat uang sebagai tutup mulut Rounded Rectangle: Perilaku korupsi meningkat
Rounded Rectangle: Perilaku korupsi


Behaviour Positive reinforcement Result

Dari skema di atas ini, dapat kita lihat bahwa perilaku korupsi menghasilkan uang yang merupakan suatu konsekuensi menyenangkan bagi sang pelakunya. Hal itu mengakibatkan perilaku korupsi menjadi meningkat. Melalui penjelasan ini saya bisa bilang kalau perilaku seseorang terbentuk karena diberikan positive reinforcement. Bisa saja sebelumnya perilaku korupsi itu tidak suka korupsi, namun karena diberikan positive reinforcement berupa uang atau semacamnya sebagai imbalan dari tindakan korupsinya, lama kelamaan terbentuklah perilaku suka korupsi tersebut.

Dari penjelasan di paragraf sebelumnya, sebenarnya saya bukan ingin menjelaskan bahwa positive reinforcement itu bisa membentuk suatu perilaku yang buruk. Tujuan saya memberikan contoh mengenai masalah korupsi, agar siapapun yang membaca karangan saya lebih mengerti mengenai maksud dari positive reinforcement dengan contoh kasus yang sudah tidak asing. Dari masalah korupsi itu juga sebenarnya saya ingin memberikan suatu gambaran untuk hal sebaliknya. Saya berpendapat bahwa apabila sikap yang buruk sekalipun di kalangan masyarakat dapat terbentuk, maka bukan hal yang tidak mungkin apabila suatu sikap yang baik di masyarakat juga dapat terbentuk dengan positive reinforcement.

Rounded Rectangle: Perilaku ke Gereja MeningkatContoh lainnya untuk positive reinforcement dapat dilihat dari pengalaman pribadi saya sendiri. Sewaktu saya kecil, saya suka dikasih hadiah setiap kali saya mau ke gereja. Hadiahnya itu suka beraneka ragam, bisa kotak pensil, dompet, buku, jalan-jalan dan banyak lainnya. Hal ini digunakan oleh mama saya karena saya sangat malas ke gereja. Tapi lama kelamaan saya jadi merasa kalau ke gereja itu adalah keharusan. Mulai dari smp, saya sudah mulai ke gereja sendiri tanpa di suruh. Setelah saya kuliah, saya baru sadar bahwa hadiah yang diberikan mama saya bisa dikatakan sebagai positive reinforcement.

Rounded Rectangle: Mendapat hadiahRounded Rectangle: Ke Gereja

Behaviour Positive reinforcement Result

Dalam contoh yang kedua ini, perilaku yang terbentuk tidak buruk seperti contoh pertama, dan pada contoh yang kedua ini, sudah terbukti berhasil membentuk perilaku saya menjadi rajin ke gereja tanpa harus diberikan hadiah lagi. Coba bayangkan apabila saya tidak pernah diberikan hadiah apabila saya ke Gereja, mungkin saya sangat jarang untuk ke Gereja. Apabila saya jarang, maka sampai sekarang saya pun tidak akan pernah sadar bahwa ke Gereja itu penting.

Dari penjelasan panjang di atas, saya memilih positive reinforcement sebagai suatu fasilitas yang efektif dalam pembentukan sikap seseorang. Dengan positive reinforcement, kita di ajarkan untuk biasa dengan suatu hal yang menurut kita tidak biasa pada awalnya (korupsi dan ke gereja), dan apabila sudah terbiasa maka tanpa diberikan suatu konsekuensi menyenangkan (uang dan hadiah), suatu sikap akan terus bisa terjadi sesuai dengan kesadaran.

Sedikit tambahan, saya tidak memilih punishment karena menurut saya suatu sikap tidak dapat terbentuk dengan menghilangkan suatu kondisi yang menyenangkan ataupun memberikan konsekuensi yang tidak menyenangkan. Hal ini sudah terlihat jelas di masyarakat kita seperti anak-anak remaja yang semakin di larang dan diberikan punishment, mereka akan semakin penasaran untuk mencoba dan sikap yang diharapkan pun akan sangat susah terbentuk. Berbeda dengan reinforcement yang memberikan konsekuensi yang menyenangkan. Hal ini saya anggap lebih efektif karena setiap orang pasti membutuhkan berbagai macam dorongan positif seperti kesenangan, pujian dan hal-hal lainnya yang positif. Oleh karena itu saya akan tetap memilih positive reinforcement.

No comments:

Post a Comment