Blogger Layouts

Monday, February 14, 2011

Hukum dan Korupsi di Indonesia

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

I. Pendahuluan

I.1. Latar belakang masalah

Dalam kehidupan bermasyarakat akhir-akhir ini, banyak sekali masalah-masalah yang terjadi berkaitan dengan korupsi. Salah satu contoh kasus yang sedang ramai dibicarakan belakangan ini berasal dari Gayus Tambunan. Gayus diduga melakukan korupsi sebesar 25 milyar. Korupsi itu sendiri berasal dari bahasa Latin, corruptio dan dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harafiah, korupsi berarti perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Korupsi memiliki berbagai penyebab dari beberapa aspek yang diantaranya yaitu aspek pelaku individu yang memiliki sifat tamak, moral yang kurang kuat, penghasilan kurang mencukupi, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup yang konsumtif, malas bekerja, dan ajaran agama yang kurang diterapkan. Sedangkan dari aspek organisasi meliputi kurang adanya sikap keteladanan pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai, dan kelemahan sistem pengendalian manajemen. Aspek yang terakhir berasal dari tempat individu dan organisasi yang berada. Pada aspek ini meliputi nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi, masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi, masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi, masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dan lemahnya peraturan perundang-undangan.

Korupsi memiliki berbagai dampak negatif. Dampak-dampak tersebut mempengaruhi berbagai bidang di antaranya bidang pembangunan. Bidang pembangunan tersebut terdiri dari membangun demokrasi dan pemerintahan serta pembangunan di bidang ekonomi. Dalam pembangunan demokrasi, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan dengan cara menghancurkan proses formal. Dalam bidang ekonomi, korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.

I.2. Identifikasi masalah

Dari penyebab dan dampak yang telah kita ketahui diatas, muncul suatu pernyataan mengenai harapan dan kenyataan yang ada di Indonesia.

- Harapan : Hukum dapat mengatasi korupsi

- Kenyataan : Masih banyak hukum yang tidak tegas dan pada akhirnya tidak dapat mengatasi korupsi yang terjadi di Indonesia

Harapan dan kenyataan di atas menyebabkan timbulnya berbagai pertanyaan diantaranya,

- Mengapa hukum tidak tegas?

- Mengapa hukup tidak dapat mengatasi korupsi?

I.3. Rumusan masalah

Dari identifikasi masalah yang telah dibuat, dapat dirumuskan suatu pertanyaan,

Mengapa hukum tidak dapat mengatasi korupsi dengan tegas?

I.4. Tujuan penulisan

Ingin mengeritik mengenai ketegasan hukum dalam mengatasi korupsi di Indonesia.

II. Pembahasan

Di Indonesia, korupsi masih banyak ditemukan di sekeliling kita seperti di kantor, rumah dan mungkin sekolahan. Masalah seperti korupsi ini seharusnya sudah tidak ditemukan di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dikarenakan telah banyak hukum-hukum yang berguna untuk mengatur mengenai korupsi. Salah satu hukum yang mengatur korupsi telah di keluarkan oleh pemerintah Inonesia. Hukum mengenai korupsi ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih.

Begitu banyak kasus korupsi yang terjadi di masyarakat, membuat banyak perdebatan terjadi di antara setiap masyarakat tersebut. Contoh-contoh korupsi yang terjadi di dalam masyarakat dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian pertama, korupsi dalam ruang lingkup sekolahan. Korupsi pada bagian ini lebih sering di lakukan oleh kepala sekolah ataupun guru. Contoh kasus nyatanya terdapat pada beberapa sekolahan yang sebagian anak muridnya menginginkan nilai yang bagus untuk suatu majalah tertentu. Sebagai tanda terima kasih dari keluarga orang tua, maka guru diberikan uang tambahan. Hal ini bisa dikatakan sebagai korupsi juga karena terjadi kecurangan dan perilaku yang tidak adil.

Bagian kedua, korupsi dalam lingkup rumah. Pada bagian kedua ini sangat jarang terjadi karena rumah biasanya berisi anggota dari rumah tangga ataupun pembantu rumah tangga. Korupsi pada bagian ini lebih sering ditemukan ketika kita menemukan contoh kasus seperti berikut, Budi seorang anak yang nakal dan setiap hari kerjaannya bermain terus. Ia mencuri uang ibunya untuk digunakannya membeli mainan. Dalam kasus ini, Budi dikatakan melakukan korupsi karena ia mengambil hak orang lain dengan tidak adil dan melakukan kecurangan.

Bagian ketiga, korupsi dalam lingkup pekerjaan. Pada bagian ketiga ini sangat sering kita jumpai di lingkungan kita. Contohnya, kasus yang sedang ramai dibicarakan belakangan ini yaitu Gayus Tambunan. Gayus merupakan seorang makelar kasus dan juga pelaku korupsi yang memakan uang rakyat sebanyak lebih dari 25 milyar. Dalam hal ini, Gayus dikatakan melakukan korupsi karena ia menggunakan uang rakyat yang bukan menjadi haknya.

Dari berbagai macam korupsi yang muncul, sangat disayangkan karena tidak semua pelakunya mendapat perilaku hukum yang tegas. Contohnya saja pada kasus Gayus. Gayus tidak mendapatkan perlakuan hukum yang tegas sesuai dengan perilaku yang telah dibuatnya. Ia malah terlihat bebas untuk keluar masuk jeruji sel. Berita terbaru dari Gayus menyebutkan bahwa ia berlibur ke Bali untuk menonton suatu pertandingan (Damanik, 2010). Selain Gayus, kita bisa mengambil contoh kasus yang sering banyak diberitakan seperti, “kepala sekolah mencuri uang muridnya”. Pada kasus seperti ini, kepala sekolah diberikan sanksi yang tegas seusai dengan perilakunya (“Kepala Sekolah SD Divonis Satu Tahun karena Korupsi”, 2007).

Dari dua contoh kasus di atas, kita dapat melihat bahwa disamping masalah korupsi yang masih sering terjadi di Indonesia, terdapat perbedaan penanganan kasus antara kepala sekolah dengan Gayus. Hal ini dapat saja terjadi karena berbagai macam faktor, salah satunya ialah uang. Banyak dari para koruptor yang masih memiliki banyak uang hasil korupsinya dan mempergunakan uang tersebut untuk menghindar dari sanksi hukum yang akan diterima. Selain itu, kita juga dapat melihat bahwa terjadi korupsi di antara pengurus penjara yang menjaga tahanan para koruptor (Wijaya, 2010).

Pada suatu surat kabar, pakar hukum Universitas Hasanuddin Achmad Ali beranggapan bahwa koruptor harus dimiskinkan sehingga para koruptor tersebut tidak dapat mempergunakan harta yang mereka punya untuk menyuap para pemegang kekuasaan hukum. Menurutnya, salah satu cara pemiskinan itu adalah dengan menyita harta dari para pelaku korupsi pada saat proses hukum berlangsung

Pada faktanya, ternyata undang-undang dan pandangan pakar hukum tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan. Kenyataan yang ada, hukum tidak tegas dalam mengatasi korupsi di Indonesia. Harapan sebenarnya seharusnya hukum dapat mengatasi korupsi di Indonesia. Akan tetapi, apabila kita melihat contoh kasus dari Gayus Tambunan, terlihat jelas bahwa hukum tidak dapat mengatasi masalah korupsi. Korupsi terus saja terjadi dan hukum yang ada tidak membuat para pelakunya jera untuk mengulanginya kembali. Mereka masih bisa bersenang-senang meskipun telah masuk ke dalam penjara

Undang-undang dan pandangan para ahli dalam hal mengatasi korupsi, memiliki beberapa kelemahan yang diantaranya kurangnya control dari pemerintah. Pemerintah tidak bisa diam saja dalam menangani masalah korupsi ini. Pemerintah harus sering mengontrol jalannya hukum yang sedang berlangsung. Hal ini dilakukan agar hukum dapat berjalan dengan baik dan benar serta tidak merugikan beberapa pihak. Beberapa pihak disini contohnya para korban yang dirugikan karena korupsi yang terjadi.


III. Kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum tidak dapat mengatasi korupsi dengan tegas karena kurangnya kontrol dari pemerintah mengenai sanksi hukum yang berlaku itu sendiri. Hal ini mengakibatkan para tahanan yang telah melakukan korupsi dapat tetap bersenang-senang di dalam penjara dan bahkan keluar dari penjara. Kurangnya kesadaran para pengurus penjara juga menjadikan penyebab dari ketidakberlakunya sanksi terhadap pelaku korupsi.

Daftar Pustaka

_______. (2010). Korupsi. Jakarta, dalam id.wikipedia.org/wiki/Korupsi, diakses pada 20 November 2010

_______. (2007). Kepala Sekolah SD Divonis Satu Tahun karena Korupsi. Jambi, dalam antaranews.com/view/?i=1197891237&c=NAS&s=, diakses pada 27 November 2010

Damanik, C. (2010). Tak Wajar, Gayus ke Bali Melepas Kangen. Jakarta, dalam nasional.kompas.com/read/2010/11/16/12430130/Tak.Wajar..Gayus.ke.Bali.Melepas.Kangen, diakses pada 27 November 2010

Wijaya, T. (2010). Suap di Penjara. Jakarta, dalam kbr68h.com/index.php?option=com_content&view=article&id=709%3Asuap-di-penjara&catid=82%3Asaga&Itemid=459&lang=in, diakses pada 27 November 2010

No comments:

Post a Comment